Presenter yang akrab disapa Farhan itu nabung saham secara jangka panjang dimulai pada 1996. Saham pertamanya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). Belakangan semakin terasa ternyata sangat bermanfaat untuk biaya kesehatan anak.
Sukuk Negara Ritel adalah Sukuk Negara yang dijual kepada individu atau orang perseorangan Warga Negara Indonesia (WNI) melalui Agen Penjual.
Sukuk sendiri berasal dari kata dalam bahasa Arab. Istilah Sukuk merupakan bentuk jamak (plural) dari kata “Sakk” yang berarti dokumen atau sertifikat.
Penerbitan Sukri tujuannya untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Neara (APBN), termasuk pembiayaan proyek.
Manfaatnya:
Dari definisi dan fakta di atas, setiap individu WNI boleh beli Sukri di pasar perdana melalui agen penjual yang ditunjuk pemerintah.
Siapa saja agen penjual dimaksud? Institusinya bisa saja setiap seri diterbitkan berbeda-beda. Tapi prinsipnya agen penjual terdiri atas bank umum dan perusahaan efek (perusahaan sekuritas).
Investor institusi, individu WNI yang tidak kebagian di pasar perdana, atau investor asing juga boleh beli Sukri. Tapi, nggak bisa di pasar perdana. Mereka boleh beli melalui pasar sekunder di Bursa atau non Bursa yang biasa disebut Over the Counter (OTC).
Bagaimana memastikan Sukri itu memang syariah? Salah satunya, mengetahui underlying asset atau proyek-proyek yang akan menerima uang hasil dari penawaran Sukri kepada investor itu.
Rata-rata, uang didapat Negara dari hasil lelang Sukri digunakan untuk membangun infrastruktur; pelebaran jalan, pembangunan flyover, underpass, terowongan, pembangunan jembatan, dan sejenisnya.
Baca Juga : Pasar Modal Siap Penuhi Kekurangan Biaya Infrastruktur
Biasanya disebutkan juga rinciannya. Misalnya, dari total Rp 5 triliun Sukri ditawarkan ke masyarakat, sebesar Rp 1 triliun untuk pembangunan jembatan, Rp 2 triliun untuk pelebaran jalan, dan Rp 2 triliun untuk membangun jalan baru.
Selain itu, faktor syariah lainnya adalah dari sisi akad. Misalnya akad ditentukan adalah Ijarah Asset to be Leased. Tenor alias jangka waktunya beragam tapi rata-rata tiga tahun. Bisa juga lima tahun atau bahkan 10 tahun.
Nah terus berapa harganya? Ok kita ambil contoh Sukri yang baru jatuh tempo pada Maret 2017 yaitu Sukri dengan seri SR-006. Tenornya tiga tahun, nominal per unit Rp 1 juta tapi minimum pemesanan per individu (berdasarkan KTP) Rp 5 juta dan maksimum pemesanan Rp 5 miliar.
Jadi per orang dibatasi hanya boleh membeli maksimal Rp 5 miliar. Tingkat imbalannya sebesar 8,75 persen per tahun. Di akhir periode, modal yang kita bayarkan di awal akan dikembalikan pada satu kali masa pembayaran.
Nah dari 8,75 persen imbal hasil per tahun itu investor akan menerima pembayaran per bulan yaitu tanggal 5 setiap bulannya.
Terus bagaimana kalau investor memilih untuk tidak memegang Sukri yang dibelinya sampai jatuh tempo? Jangan khawatir, Sukri adalah produk likuid. Jual dan belinya di bursa terbilang aktif karena dari total transaksi rata-rata harian Sukuk di bursa, sebesar 80 persennya adalah Sukri.
Selain itu, tanpa ada pihak lain yang menyerap sekalipun, pemiliknya tetap bisa menjual karena ada perjanjian antara Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) dengan agen penjual untuk bisa menyerap penjualan yang terjadi di pasar sekunder dari nasabahnya.
Aman kan? Dibandingkan sama deposito saja sudah jauh lebih unggul baik dari sisi likuiditas maupun imbal hasil. Belum lagi kalau memertimbangkan unsur syariahnya.
Mekanisme Perdagangan Saham itu Halal
ORI ini boleh dibilang Sukri versi konvensional. Maksudnya, bukan produk syariah. ORI adalah obligasi Negara yang dijual kepada individu atau perseorangan WNI melalui agen penjual dengan volume minimum yang telah ditentukan.
Sama seperti Sukri, ORI juga bisa diperdagangkan di pasar sekunder, kupon dan pokok dijamin oleh Undang Undang, kupon ditawarkan lebih tinggi dibandingkan rata-rata tingkat bunga deposito bank BUMN, kupon dibayar setiap bulan, bisa dijaminkan atau dipinjamkan ke pihak lain, dan dalam rangka mendukung pembiayaan nasional.
Bedanya, underlying asset ORI tidak dibatasi pada produk atau proyek yang harus sesuai syarat syariah seperti pada Sukri saja. Selain itu, tidak dilakukan akad syariah seperti pada produk Sukri.
Tahun 2016, usia ORI sudah satu dekade. Kali pertama pemerintah Indonesia menawarkan ORI pada Agustus 2006. Tenornya rata-rata tiga tahun meskipun juga pernah diterbitkan tenor lima tahun yaitu seri ORI005 pada September 2008. Sejauh ini, kupon tertinggi mencapai 12,05 persen yaitu seri ORI001 dan terendah 6,25 persen yaitu seri ORI009.
Sepanjang 10 tahun, penerbitan ORI sudah menyerap dana masyarakat sebesar Rp 144,125 triliun. Total investor ORI sebanyak 214.852 investor sampai 2016. Masih relatif sedikit kan dibandingkan jumlah penduduk Indonesia?
So, sudah kenal ORI dan Sukri, ngapain pusing-pusing dan repot investasi di produk nggak jelas asal usulnya yang pada akhirnya banyak terperangkap investasi bodong? Yuk mulai investasi!
Takut Investasi Bodong? Simak Jurus Ampuh Ini
18 Sep 2017 | Memahami RisikoSeverity: Warning
Message: count(): Parameter must be an array or an object that implements Countable
Filename: views/blog_detail.php
Line Number: 218
Backtrace:
File: /home/trimegah/public_html/application/views/blog_detail.php
Line: 218
Function: _error_handler
File: /home/trimegah/public_html/application/controllers/Blog.php
Line: 126
Function: view
File: /home/trimegah/public_html/index.php
Line: 315
Function: require_once